MEREBUT KEMBALI PANGSA PASAR TEMBAKAU
Industri rokok di Indonesia mengalami
pasang surut, tahun 1998 yang merupakan awal krisis moneter, industri rokok malah mengalami puncak produksinya
dengan produksi hampir mendekati 270
miliar batang. Berdasarkan data statistik industri besar dan sedang, pada tahun
1981 industri rokok hanya dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu industri rokok
kretek dan industri rokok putih. Mulai tahun 1990, industri rokok kretek dirinci
lebih spesifik lagi menjadi 3 bagian, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan
Sigaret Kretek Mesin (SKM), serta industri rokok lainnya yang terdiri dari
rokok kembang, rokok klobot dan cerutu.
Produksi industri rokok
pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut :
Perusahaan
|
Produksi (dalam miliar rupiah)
|
HM Sampoerna
|
65
|
Gudang Garam
|
59
|
Djarum
|
38
|
Grup Nojorono
|
11
|
Bentoel
|
10
|
British American Tobacco Indonesia
|
3-4
|
Sukun
|
1-2
|
Salah satu perusahaan
rokok yang besar di Indonesia adalah PT. Gudang Garam. Perusahaan ini berada di
Indonesia sejak tahun 1958 dengan memulai usaha membuat rokok kretek dengan merek dagang “Gudang Garam” dan
bercirikan home industry yang hanya
menggunakan alat tradisional sederhana. Saat ini Gudang Garam menjadi
perusahaan raksasa dengan omset
Rp.26,34 triliun tahun 2006 dan mampu mencetak laba bersih Rp.1,01 triliun. Namun, dengan omset sebesar itu, laba
tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan HM Sampoerna yang tahun 2006
mampu mencetak laba bersih Rp.3,53 triliun dari omsetnya yang sebesar Rp.29,55
triliun.
Gudang Garam memang
tampak kesulitan menghadapi sepak terjang HM Sampoerna pada lima tahun
terakhir. Pada tahun 2002, omset HM Sampoerna masih Rp.15,13 triliun dengan
laba bersih Rp.1,68 triliun dan Gudang Garam sudah mampu mencetak omset
Rp.20,94 triliun dengan laba bersih Rp.2,07 triliun. Jadi artinya selama lima
tahun terakhir Gudang Garam tertinggal bukan saja dalam pertumbuhan omset,
tetapi juga juga kemampuannya mencetak laba bersih dibanding HM Sampoerna.
Lebih jelas terlihat jika melihat produktivitas
asetnya. Aset Gudang Garam mencapai
Rp.21,73 tiriliun, sedangkan aset HM Sampoerna Rp.12,66 triliun. Dari hal tersebut
dapat terlihat HM Samperna lebih produktif dibanding Gudang Garam dalam
mengelola aset.
Gudang Garam terlihat
makin lamban di tengah persaingan industri rokok nasional. Hal ini juga dapat
terlihat dari semakin menurunnya market
share dalam sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 1997, pangsa pasar Gudang
Garam sebesar 50%, sekarang hanya tinggal 25%. Semakin menurunnya pangsa pasar
Gudang Garam tersebut, menunjukkan secara relatif Gudang Garam kalah dalam
bersaing dan tongkat kepemimpinan pasar
telah beralih ke tangan HM Sampoerna.
Oleh
karena itu, PT. Gudang Garam perlu mencari masalah pokok dan mereview kembali
strategi dalam menghadapi sepak terjang HM Sampoerna sebagai competitor terdekatnya untuk
mengembalikan posisinya di pentas persaingan bisnis rokok nasional.
Comments
Post a Comment