MEMBENTUK SINERGI MELALUI KOMUNIKASI
Manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang paling mulia. Namun tidak ada satupun manusia yang sempurna. Setiap
orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sepintar-pintarnya seseorang, tetap saja dia tidak
mungkin lebih dalam segala hal. Artinya, jika ingin mencapai performa yang
lebih baik, seseorang harus mau mengakui kekurangannya dan bersedia bekerja
sama dengan orang lain yang punya kelebihan pada kekurangannya itu.
Ibarat
sekawanan burung yang terbang berformasi di langit bebas. Ada pembagian peran
burung paling depan, dan burung yang dibelakangnya. Burung terdepan menyibak
udara yang merupakan pekerjaan paling meletihkan. Ketika burung di depan merasa
letih, maka dia akan digantikan oleh burung yang dibelakangnya. Hasilnya,
sekawanan burung tersebut mampu menumpuh lintasan terbang yang panjang, jauh
lebih panjang dibandingkan seandainya dia harus terbang sendiri. Begitulah
sinergi berproses.
Falsafah
dasar sinergi adalah menghimpun kelebihan dan kekurangan dari orang-orang,
sehingga kelebihan orang yang satu menutupi kekurangan yang lain. Sehingga
teori sinergi mengatakan bahwa satu ditambah satu akan menghasilkan lebih dari
dua. Seperti komponen-komponen alam yang saling bersinergi maka terciptalah
semesta alam.
Lalu
bagaimana mungkin sebuah sinergi bisa terjadi tanpa ada komunikasi? Bagaimana
mungkin burung terdepan yang mulai kepayahan akan digantikan oleh burung
dibelakangnya tanpa komunikasi? Dan komunikasi yang baik adalah komunikasi
antara pihak-pihak yang dewasa. Komunikasi yang berangkat dari posisi: I am OK, you are OK. Bukan kerjasama
yang menghindari komunikasi atau yang bersifat I am OK, you are not OK. Yaitu diri sendiri yang paling benar. Atau sebaliknya, komunikasi yang You are OK, I am not OK.
Disamping
itu dibutuhkan adanya peran dari seorang leader sehingga komunikasi menjadi lebih
jelas dan terarah. Seperti pemain bola di lapangan sama-sama bertujuan mencetak
gol, tapi tidak semuanya harus berebut bola untuk ditendang sendiri ke arah
gawang lawan. Ada pembagian peran: bertahan dan menyerang. Bola yang satu itu
digiring berpindah-pindah dari pemain satu ke pemain yang lain. Pencetak gol
bisa menyarangkan bola ke gawang bukan semata-mata karena prestasi yang luar
biasa, tetapi karena kerjasama yang rapi antara tim. Penonton bola boleh saja
bersorak sorai ketika gol berhasil dicetak. Tapi seringkali para penonton tidak
membayangkan betapa dibutuhkan pelatih handal untuk membentuk sebuah tim yang
mampu bersinergis. Seorang pelatih dituntut mengenali potensi masing-masing
pemain, memadukannya dalam takaran yang tepat sehingga tercipta bauran yang
secara optimal mampu memanfaatkan kelebihan masing-masing dan menutup
kekurangan masing-masing. Peran pelatih ini adalah sebagai leader. Bukan peran seorang boss.
Sebuah kelompok tidak membutuhkan seorang boss, namun yang
dibutuhkan adalah seorang leader. Boss cuma pintar memerintah, kalau perlu
dengan suara keras dan nada mengancam. Sedangkan leader cerdas menyiasati, sehingga
yang diajak bekerja tidak merasa disuruh tetapi memang sudah sewajarnya tugas
itu dia kerjakan. Senyum boss begis, sementara senyum leader terasa
menyejukkan. Boss acap kali menghukum, tapi leader sering memberi penghargaan,
walaupun hanya lewat tepukan di pundak.
Comments
Post a Comment