POLITICAL MARKETING
Tahun
2014 ini merupakan tahun politik. Hal ini dikarenakan pemilu legislatif maupun pemilu
presiden dilaksanakan secara serentak pada tahun ini. Persaingan politik yang
pada awalnya merupakan pertarungan ideologi telah berubah menjadi pertarungan
pragmatis dalam perebutan suara. Dari pemilu legislatif bulan lalu kita dapat
mengambil pelajaran bahwa tidak banyak publik yang memilih partai politik atau
caleg tertentu karena alasan ideologi, meskipun masih ada partai politik yang
melandaskan pada ideologi tertentu, misalnya partai berbasis agama. Namun pada
kenyataannya partai-partai tersebut justru memiliki tingkat elektibilitas yang
rendah atau kurang diminati pemilih. Pilihan masyarakat terhadap partai politik
maupun kandidat jatuh pada mereka yang menjanjikan sesuatu yang bersifat
praktis dan langsung menyentuh.
Pesta demokrasi lima tahunan ini merupakan uji
kompetensi strategi marketing bagi setiap partai politik, calon anggota
legislatif, dan kandidat presiden karena pertarungan tidak lagi pada ideologi
yang mendasari namun pada strategi marketing yang dijalankan. Pada dasarnya,
proses bagi partai politik, caleg, maupun kandidat presiden melakukan
pengenalan hingga terjadinya voting oleh pemilih di tempat pemungutan suara
(TPS) sama halnya dengan proses perusahaan dalam memasarkan produknya sehingga
konsumen memilih produk tersebut untuk dikonsumsi. Dalam hal ini diperlukan
pemahaman pada perilaku pemilih dalam pengambilan keputusan.
Pemilihan kandidat presiden yang akan digelar beberapa
hari kedepan tentunya diperlukan strategi yang berbeda dengan pemilihan calon
legislatif karena sifatnya lebih individual dan tidak mutlak dipengaruhi oleh
partai politik yang mengusungnya seperti pemilihan legislatif. Salah satu
strategi marketing yang kita bahas berikut ini adalah strategi yang digunakan
Presiden Korea Selatan yang ke 11 Park Geun Hye pada pemenangan Pemilu Presiden
di Korsel tahun 2012 yang lalu. Strategi ini disebut dengan 7 Step of Political Marketing.
Tujuh langkah marketing politik ini dapat
disederhanakan ke dalam tiga kelompok. Pertama, Popularity (Exposure dan Awareness).
Kedua, Likeability (Expectancy, Engagement,
dan Preference). Ketiga, Electability,
(Comitment dan Action).
Popularity
Merupakan
modal yang paling penting dalam politik. Investasi popularitas tidaklah murah.
Jika salah strategi, kegiatan kampanye yang bertujuan mendongkrak popularitas
hanya akan menghamburkan biaya. Strategi meningkatkan popularitas harus
dilakukan dengan proses mediated baik
melalui media offline maupun online. Kegiatan offline dapat dilakukan dengan kampanye masa dan event. Sedangkan kegiatan online dilakukan melalui platform yang
bersifat relationship, interacton dan gamification. Tujuan utama dari mediated
adalah untuk memperkuat exposure dan awareness atau pengenalan yang kuat.
Likeability
Dibangun
dengan mengelola expactancy, engagement, dan preference. Ekspektasi dikelola melalui micro messaging dari sebuah program kampanye dan dilanjutkan dari
sebuah program kampanye dan dilanjutkan dengan kegiatan engagement demi menciptakan evaluasi positif terhadap kandidat,
sehingga mereka menyatakan preferensi yang baik kepada kandidat. Upaya
membangun hal tersebut dapat dilakukan melalui tiga level. Level pertama
apabila kegiatan partai politik atau kandidat capres cawapres hanya diarahkan
pada sesuatu yang sifatnya transaksional misalnya bagi-bagi brosur, kaos,
kalender, dan lain-lain. Sayangnya, mayoritas caleg dan partai politik baru
menjalankan strategi pemasaran pada tingkat ini saja. Level kedua adalah
apabila kandidat melakukan aktivitas kampanye dengan kegiatan blusukan, pentas
kesenian, event perlombaan, hingga memberikan bantuan pada korban bencana alam.
Level ketiga adalah membangun bonding yang kuat antara pemilih dan kandidat
atau partai politik melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi dan
interaksi yang berkelanjutan dengan komunitas.
Electability
Diwujudkan
melalui komitmen untuk memilih pada hari H Pemilu. Pada kenyataannya tidak ada
yang bisa menjamin bahwa pemilih akan tetap menjaga komitmennya untuk memilih
kandidat tersebut. Dengan demikian komitmen yang dibutuhkan adalah komitmen
positif yang ditunjukkannya dengan kehadirannya di TPS pada waktu hari
pemungutan suara. Inilah yang disebut dengan Action.
Jadi, bagaimana pertarungan selanjutnya? Tentunya
kandidat capres cawapres masih memiliki waktu untuk menjalankan strategi
marketing agar mereka bisa merebut hati para pemilih Indonesia.
Comments
Post a Comment