INTERAKSI SOSIAL PADA MASYARAKAT KOTA
Masyarakat kota merupakan masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. mayoritas penduduknya hidup dengan berbagai macam jenis usaha yang bersifat non agraris.
Yang dapat kita rasakan mengenai
kehidupan di kota ialah corak kehidupan tertentu yang jauh berbeda apabila
dibandingkan dengan masyarakat desa. Misalnya saja sebagian besar masyarakat
kota lebih konsumtif daripada masyarakat desa (Mansyur: 107).
A.
Interaksi
Sosial
Interakasi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, dalam pengertianya sendiri interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorangan dengan kelompok manusis.Didalam interaksi harus ada yang
dinamakan dengan komunikasi dan kontak sosial.Bentuk interaksi dibedakan
menjadi dua yaitu Asosiatif dan Disoiatif.
1.
Bentuk
proses sosial asosiatif antara lain
a.
Kerja
sama (Cooperation)
Kerja
sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok,yang mana suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa
tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua
kelompok sosial.Kerjasama sendiri timbul karena orientasi orang-perorangan
terhadap kelompok-kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang
merupakan out-group-nya). Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada
bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang mengancam
kesetiaan yang secara tradisional atau institusional yang ada pada kelompok
tersebut. digambarkan oleh Charles H. Cooley “Kerja sama timbul apabila orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada
saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk
memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
yang penting dalam kerjasama yang berguna.”
Sebagai
contoh keadaan yang dijumpai didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan bentuk
kerjasama tradisional dengan nama gotong-royong. Didalam sistem pendidikan
Indonesia yang tradisional, umpamanya, sejak kecil tidak ditanamkan kedalam
jiwa seseorang suatu pola perilaku agar dia selalu hidup rukun, terutama dengan
keluarga dan lebih luas lagi dengan orang lain didalam masyarakat. Kerjasama
sebagai salah satu bentuk interaksi sosial merupakan gejala universal yang ada
pada masyarakat dimana saja, meskipun dalam keadaan yang terdesak.
b. Akomodasi
(Accomodation)
Akomodasi
merupakan suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara
orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dalam kaitanya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang
berlaku didalam masyarakat. Dalam akomodasi sendiri dibagi menjadi beberapa hal
yaitu:
1)
Coercion: merupakan
bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.
Sebagai contoh misalnya perbudakan , dimana interaksi sosialnya didasarkan pada
penguasaan majikan atas budak-budaknya.
2)
Compromise: merupakan
bentuk akomodasi dimana pihak-pihaknya yang terlibat saling mengurangi
tuntutanya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisilan yang ada. Misalnya
adalah traktatnya antara beberapa Negara, akomodasi antara beberapa partai
politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu
pemilihan umum.
3)
Arbitration: merupakan
suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak
mencapainya sendiri. Pertentangan ini biasanya diselesaikan oleh pihak ketiga
yang dipilih oleh kedua belah pihak, misalnya menyelesaikan masalah buruh yang
meminta kenaikan gaji, dimana kedua belah pihak menunjuk satu perwakilan.
4)
Mediation: hampir
menyerupai dengan arbitration namun bedanya hanya saja pihak ini dipanggil oleh
pihak ketiga sebagai pihak netral , yang tugasnya adalah pengupayaan jalan
damai sebagai hasil akhirnya dari permasalahan yang ada.
5)
Conciliation: usaha
untuk mempertemukan keinginana-keinginan
dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6)
Tolerantion: merupakan
bentuk akomaodasi yang mana bentuknya tidak formal, hal ini muncul secara tidak
sadar denagan maksud untuk menghindari perselisihan.
7)
Stalemate: pihak-pihak
yang bertentangan mempunyai kekuatan yang sama
berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
c. Adjudication:
penyelesain perkara yang merujuk pada pengadilan.
d. Asimilasi,
merupakan proses kearah peleburan kebudayaan sehingga masing-masing pihak
merasakan adanya kebudayaan tunggal sebagai milik bersama.
e.
Akulturasi, merupakan
proses sosial yang timbul akibat suatu kebudayaan menerima kebudayaan lain
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
2.
Bentuk
proses sosial dissosiatif antara lain:
a. Persaingan
(Competition), merupakan suatu proses sosial, dimana individu atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu, dengan cara mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b.
Kontravensi
(Contravention), merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara
persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai
sengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu
rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau
keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Contoh dari kontravensi ialah
desas-desus.
c.
Pertentangan
(pertikaian atau konflik), merupakan proses sosial dimana individu atau
kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan
yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Sebab-sebab terjadinya konflik
antara lain, perbedaan antar individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan
kepentingan, dan perubahan sosial. (Soerjono Soekanto,2009:68)
B. Sifat-Sifat Masyarakat
Kota
Masyarakat
kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang
bermacam-macam lapisan ataupun tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan
lain-lain. Mayoritasnya penduduknya bermata pencaharian non agraris.Yang dapat
kita rasakan sistem kehidupan masyarakat kota mempunyai corak-corak kehidupan
tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarkat desa.
Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota ialah:
1. Sikap
Kehidupan
Sikap
hidupnya cenderung individualis atau egoisme, yaitu masing-masing anggota
masyarakatnya berusaha sendiri-sendiri tanpa terkait oleh anggota masyarakat
lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas,dimana setiap
individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi sebagaimana istilah
”Patembayan”. Namun meskipun masyarakat kota memiliki sikap yang individualis,
mereka sebenarnya secara tidak langsung sangat bergantung pada banyak orang,
karena banyak berbagai kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhi oleh mereka
sendiri sehingga harus membeli.
2. Tingkah
Laku
Tingkah
lakunya bergerak maju mempunyai sifat-sifat kreatif, radikal, dan dinamis. Dari
segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih
tinggi, karena aktifitasnya dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima
yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih lekas mengadakan reaksi, lebih
cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.
3. Perwatakan-perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat
materialistis, akibat dari sikap hidup yang egois dan pandangan hidup yang
radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi. Ke-materialistis-an
masyarakat kota juga dipengaruhi oleh mahalnya kebutuhan hidup di kota,
sehingga mau tidak mau mereka dituntut untuk mencari uang sebanyak-banyaknya
demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Dan sikap mereka yang seperti itu
kadang menimbulkan efek-efek yang negatif, misalnya sekulerisme, hedonisme, dan
lain-lain.(Mansyur: 107)
C.
Interaksi
Sosial Pada Masyarakat Kota
Untuk
mengetahui bagaimana interaksi sosial pada masyarakat kota, mari kita lihat
terlebih dahulu bagaimana kehidupan masyarakat kota secara umum.
1. Sikap
Hidup Masyarakat Kota
Sikap
hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi
daripada masyarakat desa. Hal ini menuntut lebih banyak biaya hidup sebagai
alat pemuas kebutuhan yang tiada terbatas yang mana menyebabkan orang-orang
berlomba-lomba mencari usaha/kesibukan, mencari nafkah demi kelangsungan hidup
pribadi atau keluarganya.Akibatnya timbulah sikap pembatasan diri didalam
pergaulan masyarakat dan terpupuklah faham mementingkan diri sendiri yang
akhirnya timbulah sikap individualism atau egoism. Sikap hidup yang demikian
daripada anggota masyarakat ini mewujudkan hubungan didalam pergaulan yang
hanya berdasarkan
kepentingan-kepentingan pribadi dimana segala sesuatunya terjalin hanya
berdasarkan adanya pamrih untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri.
2. Tingkah
Laku
Tingkah
laku sebagaimana yang telah kami uraikan bahwa untuk mencapai usaha kearah
pemenuhan materi dibutuhkan adanya daya upaya yang menuntut akal pikiran atau
rasio yang mantap. Mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas yang tersedia,
memungkinkan anggota masyarakat kota meningkatkan pengetahuan mereka dalam
berbagai bidang kehidupan. Sebagai akibat dari konsekuensi kemajuan peradaban
kota didorong pula oleh sikap atau naluri untuk meniru dan menyesuaikan dengan
lingkungannya, sehingga terciptalah suatu masyarakat yang bercorak radikal
dinamis.
Masyarakat kota cenderung menjadi masyarakat yang
konsumtif dan materialistis salah satu penyebabnya adalah mereka didesak oleh
kebutuhan hidup yang serba mahal. Dan hal ini ternyata berpengaruh terhadap
pola sosialisasi anak di kota. Fungsi pokok keluarga adalah menunjukkan sesuatu
tempat sosial bagi anak-anak yang dilahirkan (Shahab: 103) dan secara idealnya
keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, namun karena kesibukan
orang tua tidak jarang anak-anak di kota di titipkan ke tempat penitipan anak,
sehingga untuk sosialisasi pertama atau primer digantikan oleh lembaga sosial
yang lain.
3. Pandangan
Hidup Masyarakat Kota
Pandangan
hidupnya menjurus pada materialistis. Sebagaimana yang telah kami uraikan,
Nampak jelas dalam sikap hidup maupun tingkah laku masyarakat kota yang
menjurus kepada kepentingan diri pribadi. Yang mengakibatkan mereka untuk
mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakat sekitarnya.
Disamping itu juga masyarakat masih memerlukan adanya hiburan ataupun rekreasi
sebagai penyegaran yang disebabkan kepenatan aktifitas masyarakat kota. Jika
dipandang dari segi religi, kepribadian masyarakat kota corak-coraknya
tersendiri didalam memenuhi kebutuhan duniawinya dengan kejiwaan. Akibat dari
pengaruh kesibukan dan gaya hidup yang serba dinamis, menyebabkan orang-orang
kota kurang memperhatikan dalam segi religi. Fikiran serta mindset yang
tertanam dalam masyarakat kota adalah bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan
duniawinya dengan berbagai cara pemuasan
tanpa memikirkan bahwa tindakan yang dilakukanya itu melanggar aturan dalam
agama maupun tidak, karena mereka hanya menanamkan pemuasan secara fisik dengan
kebutuhan hidup yang mereka miliki. Dengan kata lain tingkat persaingan didalam
ranah materi sangat erat namun berbalikan dengan adanya persaingan dalam tahap
religi. (mansyur :112)
Akibat
dari keseluruhan ini menimbulkan gejala-gejala yang negatif, orang tidak
segan-segan melanggar norma-norma yang
ada. Pikirannya hanya satu jalan demi
tercapainya tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka timbulah
dekadensi moral, tindakan kriminal, pemerasan, pemalsuan dan berbagai masalah
lainnya.
Dari
uraian di atas kita bisa mengetahui bahwa interkasi sosial di masyarakat kota
lebih didasarkan pada keuntungan bukan murni sesuatu yang datang dari hati. Seperti
halnya di desa, di kota juga banyak terdapat kelompok sosial, yang membedakan
antara di desa dan di kota adalah tipe nya. Tipe kelompok sosial yang ada di
desa adalah Gemeinschaftatau
paguyuban, sedangkan di kota adalah gesellschaft
atau patembayan. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah
serta bersifat kekal.Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa
kesatuan batin yang memang telah dikodratkan.Sebaliknya, patembayan merupakan
ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek. Bentuk
patembayan terdapat dalam hubungan yang berdasarkan ikatan timbalbalik.,
misalnya pedagang, pekerja di pabrik, dan lain-lain.
D.
Hubungan
Sosial Masyarakat Kota dan Hubungan Individu dengan Kelompok Kerabat
Penghuni kota modern memenuhi syarat sebagai
warga dunia, karena pada umumnya mereka mengikuti perkembangan
aktivitas-aktivitas yang berpusat sepangjang hari selama 24 jam di masyarakat,
bukan hanya terbatas dikotanya atau lingkungannya saja tetapi mereka juga
mengikuti kegiatan masyarakat dunia lainnya. Mereka membaca berita lewat
surat-surat kabar, majalah yang diterbitkan di seluruh negara di dunia.
Mendengarkan berita-berita lewat media elektronika seperti radio, melihat
kejadian-kejadian lewat televisi dan peralatan komunikasi yang lain seperti
telepon atau telegraf dan lain sebagainya.
Warga
kota bekerja dimana saja tak terbatas oleh ruang. Mereka bisa berdagang dengan
antar bangsa di dunia, seperti dibidang eksport import, berbelanja di toko-toko
terkenal di kota-kota di dunia dengan fasilitas yang disediakan seperti pesawat
terbang, kapal laut dan alat-alat transportasi yang lain. Disamping di bidang
kegiatan ekonomi juga di bidang sosial dan budaya yang lain seperti dalam
bidang pendidikan, kesehatan, diplomasi, dan rekreasi. Hubungan sosial yang
sangat kompleks inilah yang membedakan antara masyarakat kota atau perkotaan
dengan msyarakat perdesaan. Dilihat dari segi pekerjaan, masyarakat kota sangat
beraneka, mereka berhubungan dengan banyak sekali orang disekitarnya dalam
berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan dan merekapun berhubungan dengan sesama
mereka saja dalam suasana yang relatif tidak jauh berbeda. Masyarakat kota
mempunyai banyak kesempatan untuk bergabung dalam berbagai klub di berbagai
kegiatan yang diminati. Akibat dari itu semua, maka sifat hubungan sosial
mereka bersifat sangat luas, tapi terbatas dan tidak intim, hubungan karena ada
kepentingan dan bercorak pribadi (individu) sehingga bentuk-bentuk
kegotong-royongan murni seperti yang ada si desa-desa tidak tampak.
Kesibukan masing-masing pada masyarakat
kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian mereka kepada
sesamanya, termasuk anggota keluarganya sendiri. Jika hal seperti ini
berlebihan, maka mereka akan mempunyai sifat acuh atau kurang mempunyai sifat
solidaritas sosial kelompok. Kepadatan penduduk kota yang begitu tinggi,
mengakibatkan warga kota dekat secara fisik tapi jauh dari segi sosial-psikologis,
seolah-olah terjadi “jarak sosial” yang cukup dalam.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
salah satu masalah besar mengenai masyarakat kota ialah tentang fungsi
keluarga. Di dalam masyarakat desa, kelompok kekerabatan itu memegang peranan
yang penting sekali sebagai organisasi yang fungsinya bermacam-macam. Posisi
individu sebagian besar ditentukan oleh kelompok kekerabatan dimana ia
dilahirkan. Menurut Goode (Schoorl, JW., 1984 : 279) kekuatan-kekuatan di dalam
masyarakat kota yang menggerogotiorganisasi
keluarga tradisional ialah sebagai berikut:
- Keharusan mobilitas horisontal atau geografik, yang menyebabkan kontak fisik antarkeluarga menjadi kurang teratur dan kurang sering.
- Mobilitas sosial yang besar, sehingga anggota-anggota satu kelompok kekerabatan juga dari satu keluarga masuk dalam kelas sosial yang berbeda-beda dengan cara hidup yang berlainan. Ini menyebabkan lebih sulitnya mengadakan kontak.
- Organisasi kota dan industri mengambil alih berbagai fungsi kelompok kekerabatan, seperti perlindungan politik, penyelenggaraan pendidikan, peminjaman uang dan sebagainya.
- Lebih diutamakan prestasi (achievement) daripada keturunan (ascription) sehingga kelompok keluarga menjadi kurang penting.
- Karena pelaksanaan spesialisasi yang dipegang teguh, maka juga tidak banyak kemungkinannya bahwa ikatan kekrabatan itu akan memegang peranan dalam menentukan kedudukan (Schoorl, JW., 1984 : 279).
Komunitas kota lebih menekankan pentingnya
kelompok sekunder (keakraban kecil, wujudnya temporer dan melibatkan kurangnya
kontak antarpribadi). Orang-orang kota banyak berhubungan dengan bermacam-macam
kelompok manusia dalam sehari, seperti para pejabat, penumpang bis, anggota
seni rakyat, tetapi hubungan tersebut hanya bersifat sambil lau saja dalam arti
bahwa ia tidak melibatkan kekerapan hubungan seperti kelompok inti dan ia juga
tidak bersifat tetap. Kehidupan di kota bersifat egoisme. Seseorang yang pergi
berjalan ke daerah yang jauhnya dua mil dari rumahnya, tidak akan dikenali oleh
siapapun yang melihatnya. Di dalam bis atau di warung, dia hanya seorang
individu dalam kumpulan orang ramai. Ketidak-acuhan ini melemahkan pengaruh
kontrol kelompok inti karena kelompok inti adalah berdasarkan pada hubungan
yang kekal antara individu yang bersangkutan.
Penduduk di dalam komunitas kota adalah lebih
heterogen. Di dalam kota besar terdapat perbedaan tegas dari segi ekonomi dan
politik dan dengan berlatar agama serta etnis yang berlainan. Perbedaan tegas
dalam hal kekayaan dan kemiskinan lebih sering terdapat di kota besar di
banding di luar kota. Akibatnya individu akan selalu berhubungan dengan orang
yang tidak sama dengan dirinya dalam banyak hal. Orang-orang kota saling
berhubungan satu sama lain berdasarkan minat, bukannya berdasarkan tempat.
Comments
Post a Comment