Perkembangan
Kota Ditinjau Dari Masa Pra Modern, Modern, Dan Era Globalisasi
1. Pra
Modern
Semula kota terbentuk secara sederhana, maka
pengertian kota pada mulanya sangat sederhana. Sejalan dengan pertumbuhan
penduduk dan falsafah yang hidup dalam masyarakat, kota tersusun berdasarkan
falsafah yang hidup dalam masyarakatnya.
Beberapa literature menyebutkan mula-mula kota
didapati pada gua-gua, dilembah-lembah atau tempat-tempat terlindung
(Bintarto,1984: 35). Disebutkan pula, beberapa jalur tepi sungai atau dikawasan
tertentu yang letaknya strategis menjadi cikal bakal terbentuknya kota. Apabila
mereka sekedar hidup mengelompok, sebenarnya kawasan yang ditempati belum tentu
termasuk kategori kota, karena cirri utama kota adalah mata pencaharian
penduduknya non agraris dan penduduknya mempunyai pekerjaan dan kebutuhan yang
relative heterogen. Akan tetapi, kalau jumlah anggotanya relative banyak bisa
saja disebut kota.
Sebaliknya bila jumlah anggotanya sedikit, tetapi
sudah terdapat system pemerintahan yang sederhana sekalipun, dapat menjurus
pada pengertian kota. Kombinasi dari beberapa unsure, seperti jumlah penduduk,
ragam pekerjaan, ragam kebutuhan, fasilitas umumnya dan biasanya terdapat
pimpinan yang kuat yang biasa bermain dengan politik (untuk membentuk system
pemerintahan), akan mempengaruhi kawasan tersebut disebut kota atau tidak.
tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan kota (kota
kecamatan ) Kota menempati suatu pusat daerah pertanian dengan adat istiadat
bercorak pedesaan dan serba sederhana. Perkembangan kota yang masih ada
pengaruh kehidupan agraris (kota kabupaten). Merupakan pusat kehidupan
keagamaan dan pemerintahan.
2. Modernisasi
Ditandai dengan adanya masa Industrialisasi
berlangsung mulai abad ke 17 setelah mulai banyak ditemukan temuan teknologi.
Industrialisasi berlangsung secara gencar dan massal terjadi pada abad ke18
hingga sekarang. Namun pada abad ke 17 dan 18 diabdikan kepada segelintir
kelompok yang absolut dan kaum borjuis. Teknologi tidak digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akibatnya banyak ditemui rakyat-rakyat yang
hidup menderita.
Pada tahap selanjutnya globalisasi menggejala
keseluruh pelosok dunia, bahkan menjadi impian Negara – Negara berkembang. Pada
masa industrialisasi penduduk kota meningkat pesat, menyebabkan kota berkembang
secara tidak sehat, seperti masalah pemukiman kumuh, penyediaan perumahan layak
huni, kriminalitas yang meningkat, masalah sumber air bersih, dan saluran air.
Ciri-ciri kota modern adalah penggunaan tekhnologi
sebagai sarana untuk mempermudah mewujudkan kebutuhan manusia, masyarakat
memberikan perhatian pada persoalan lingkungan, dengan mengenal system daur
ulang dan sumber energi nonreguler sebagai alternative untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Ketiga, pemanfaatan tenaga listrik dan komputerisasi sebagai sumber
vital untuk menggerakkan roda kegiatan manusia. Masyarakat kota bekerja dengan
berbagai macam profesi. Kebutuhan akan profesi ini menjadi salah satu cirri
masyarakat kota modern sehingga kebutuhan akan angkatan kerja yang professional
meningkat. Dikarenakan kebutuhan akan tenaga kerja professional meningkat, maka
kebutuhan akan pendidikan formal menjadi mutlak. Dunia pendidikan juga
berkembang pesat. Kebutuhan yang pesat akan pendidikan formal ini merupakan
cirri keempat.
Pada kota modern, lembaga perekonomian semakin
beragam, modern dan computerized dengan lahirnya supermarket, sistem perbankan,
asuransi, yang saling berkaitan. Dalam kota besar telah terjadi pertemuan orang
dari berbagai bangsa untuk tujuan dagang dan saling bertukar kebudayaan.
Terjadi perkawinan campuran antar bangsa maupun antar ras sehingga menyebabkan
penduduk kota heterogen.
3.
Era Globalisasi
Disini modernisasi berkembang lebih lanjut.
Tekhnologi dan ilmu pengetahuan didefinisikan kembali. Tekhnologi dan ilmu
pengetahuan seperti komputerisasi dan elektronisasi berkembang lebih canggih,
beragam, dan digunakan untuk kegiatan seolah di luar piker masyarakat awam
sebelumnya, memiliki tingkat globalisasi yng tinggi meliputi interaksi dan
kerjasama yang saling menguntungkan dan dapat terjadi dengan kota lain sehingga
dunia ekonomi memliki struktur.
Pada pengertian kota global, kota sering ditandai
dengan tingkat industri dan tekhnologi yang maju. Kemajuan ilu pengetahuan dan
teknologi yang pesat didunia berakibat semakin pesat teknologi dan
penemuan-penemuan dalam berbagai bidang dan skala yang diperkenalkan pada
dunia, entah itu dibidang permesinan, medis, ilmu pengetahuan, mode, pelayanan,
teknologi robot, arsitektur, dan lain-lain.
Secara ideal, suatu kota dikatakan mengglobal,
apabila masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk melakukan relasi dengan kota
lain antarnegara. Biasanya pertama-tama kota besarlah yang menerima kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga masyarakat kota-kota besar biasanya
mudah mengalami globalisasi. Dengan tekhnologi pulalah jarak antara kota yang
satu dengan yang lain di antara dua Negara atau lebih semakin dekat. Dalam era
global, potensi kota yang satu sering berdampak pada kota yang lain diantara
dua Negara atau lebih. Sebagai contoh, orang dari kota yang tidak terlalu besar
(tidak harus metropolitan) di Indonesia, sudah terbiasa berobat ke luar negeri,
seperti Singapura, Amerika Serikat, Belanda, dsb. Potensi untuk menjadi kota
global tidaklah harus berawal dari kota besar, tetapi dilihat potensinya bagi
Negara lain. Misalnya ; Denpasar bisa menjadi kota global karena objek
pariwisatanya.
Ciri kota Global, yaitu apabila sebagian
masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhannya tidak selalu berorientasi pada kota
dinegerinya sendiri. Masyarakat semacam ini memiliki alternative berpikir untuk
mendapatkan dan mencari hakikat kebutuhan hidupnya tak terbatas pada negerinya.
Masyarakat juga harus bisa menerima kedatangan orang asing dengan segala
potensi yang dimiliki oleh kota itu. Jadi, interaksi yang bersifat timbal balik
dibutuhkan untuk mencapai status sebagai kota global.
Tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat
tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota. Merupakan
peningkatan dari kota metropolis. Kekuasaan dan kekayaan semakin menonjol,
kemiskinan juga semakin meluas serta banyaknya kriminalitas. Tahap perkembangan
kota kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, pelayanan
maupun kriminalitas. Kota besar ini dilanda ketimpangan – ketimpangan sosial
yang berupa korupsi dan kemerosotan moral. Kaum miskin merupakan kekuatan yang
tak dapat diabaikan.
B.
Teori-Teori
Perkembangan Kota
1.
Teori Konsentris (The
Consentric Theory)
Teori ini
dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), atas dasar tudy kasusnya mengenai
morfologi kota Chicago, menurutnya sesuat kota yang besar mempunyai
kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. Masing-masing
zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua bagian-bagiannya
berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang dihasilkan akan
berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah pusat kegiatan
sebagai intinya.
Secara berurutan,
tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola konsentris
ini adalah sebagai berikut:
a)
Daerah Pusat atau Kawasan
Pusat Bisnis (KPB).
Daerah pusat
kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat
bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik
dan budaya. Contohnya : Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian, bank
dan lainnya.
b) Daerah Peralihan.
Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk
kurang mampu dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar
terdiri dari pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau
dari tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan
industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.
c)
Daerah Pabrik dan Perumahan
Pekerja.
Daerah ini di huni
oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi perumahannya
sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena
kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan pekerja
kelas rendah.
d) Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya.
Daerah ini dihuni
oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan penduduk yang
menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari pemukimannya maupun
dari perekonomiannya.
e)
Daerah Penglaju.
Daerah ini mempunyai
tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup daerah pedesaan disekitarnya.
Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan perkotaan dan sebagian yang lain
menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan, Kebanyakan penduduknya mempunyai
lapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan pekerja-pekerja penglaju yang
bekerja di dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja
di bidang pertanian.
Gambar diatas menunjukan kota menurut
teori konsentris.
Sumber: E.W. Burgess dalam Yunus (1999)
2. Teori Sektor
Teori sektor ini dikemukakan oleh Homer Hoyt (Yunus, 1991 &
1999), dinyatakan bahwa perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam
suatu kota, berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh
sector-sektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada
adanya kenyataan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat variasi sewa
tanah atau sewa rumah yang besar. Belum tentu sesuatu tempat yang mempunyai
jarak yang sama terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang
sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB akan
mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu dan
bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat
dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada
daerah yang lebih jauh dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh
factor transportasi, komunikasi dan segala aspek-aspek yang lainnya.
a) - Pertumbuhan
Vertikat, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga tunggal dan semakin
lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda. Hal ini karena ada factor
pembatas, yaitu : fisik, social, ekonomi dan politik.
b) - Pertumbuhan
Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih cukup tersedia ruang-ruang
kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan lainnya.
c) - Pertumbuhan
Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal), yaitu
biasanya terjadi karena adanya kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan
kegiatan lainnya. Pertumbuhannya bersifat datar centrifugal, karena
perembetan pertumbuhannya akan kelihatan nyata pada sepanjang rute
transportasi. Pertumbuhan datar centrifugal ini dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
1) Pertumbuhan Datas Aksial,
pertumbuhan kota yang memanjang ini terutama dipengaruhi oleh adanya jalur
transportasi yang menghubungkan KPB dengan daerah-daerah yang berada diluarnya.
2) Pertumbuhan Datar Tematis,
pertumbuhan lateral suatu kota tipe ini tidak mengikuti arah jalur transportasi
yang ada, tetapi lebih banyak dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, sebagai cintih
yaitu dengan didirikannya beberapa pusat pendidikan, sehingga akan menarik
penduduk untuk bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Di lingkungan pusat
kegiatan yang beru ii akan timbul suatu suasana perkotaan yang secara
administrative mungkin terpisah dari kota yang ada. Oleh karena jarak antara
pusast kegiatan yang baru dengan daerah perkotaan yang lama biasanya tidak
terlalu jauh, maka pertumbuhan selanjutnya adalah pada pusat yang lama dengan
pusat yang baru akan bergabung menjadi satu.
3) Pertumbuhan Datar Kolesen,
perkembangan lateral ketiga ini terjadi karena adanya gabungan dari
perkembangan tipe satu dan dua. Sehubungan dengan adanya perkembangan yang
terus-menerus dan bersifat datar pada kota (pusat kegiatan), maka mengakibatkan
terjadinya penggabungan pusat-pusat tersebut satu kesatuan kegiatan. (Yunus,
1991 & 1999)
3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris
dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini berpendapat, meskipun pola
konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih
kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Gambar diatas struktur kota menurut teori
inti ganda.
Sumber: Hadi Sabari Yunus (1999)
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks.
Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya
nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. Nukleus-nukleus
baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang fungsional dan
membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar
udara, kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi
menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok sehingga
berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang berdekatan
dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan
dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran
penggunaan lahan ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan
sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada urut-urutan yang teratur dari
zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari Burgess
dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu
kota.
4. Teori
Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann
pada tahun 1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini
mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris
lebih ditonjolkan.
Gambar diatas menunjukan struktur kota menurut teori
konsektoral.
Sumber: Hadi Sabari Yunus (1999)
5. Teori
Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest
Griffin dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin.
Teori ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar diatas menunjukan struktur kota menurut teori
konsektoral.
Sumber: Hadi Sabari Yunus (1999).
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan
pada peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori
poros ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.
Gambar diatas menunjukan struktur kota menurut teori poros.
Sumber: Hadi Sabari Yunus (1999)
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada
kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di
dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar diatas
menunjukan struktur kota menurut teori historis.
Sumber: Hadi Sabari Yunus (1999)
Dari model gambar menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan, mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggaran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru khususnya dari zona 2 (c).
C.
Pola-Pola
Perkembangan Kota
Sesuai dengan perkembangan penduduk perkotaan yang
senantiasa mengalami peningkatan, maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan
dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan teknologi juga terus mengalami
peningkatan, yang semuanya itu mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan
ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota
tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan
kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota
(fringe area). Gejala penjalaran areal kota ini disebut sebagai “invasion” dan
proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar disebut sebagai “urban
sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994).
Secara garis besar menurut Northam dalam Yunus
(1994) penjalaran fisik kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai
berikut :
1) Penjalaran
fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung lambat dan
menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan konsentris
(concentric development).
2) Penjalaran
fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan penjalaran yang
tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan perkembangan
fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial development).
3) Penjalaran
fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai perkembangan yang
meloncat (leap frog/checher board development).
Jenis penjalaran fisik memanjang/linier yang
dikemukakan oleh Northam sama dengan Teori Poros yang dikemukakan oleh Babcock
dalam Yunus (1994), yaitu menjelaskan daerah di sepanjang jalur transportasi
memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga perkembangan fisiknya akan lebih pesat
dibandingkan daerah-daerah di antara jalur transportasi.
Pola pemekaran atau ekspansi kota mengikuti jalur
transportasi juga dikemukakan oleh Hoyt dalam Daldjoeni (1998), secara lengkap
pola pemekaran atau ekspansi kota menurut Hoyt, antara lain, sebagai berikut :
1) Perluasan
mengikuti pertumbuhan sumbu atau dengan kata lain perluasannya akan mengikuti
jalur jalan transportasi ke daerah-daerah perbatasan kota. Dengan demikian
polanya akan berbentuk bintang atau “star shape”.
2) Daerah-daerah
hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan akhirnya menggabung
pada kota yang lebih besar.
3) Menggabungkan
kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti atau disebut
dengan konurbasi. (Daldjoeni:1998)
Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Northam
dalam Yunus (1994), mengenai perkembangan fisik kota secara konsentris, Branch
(1995) mengemukakan enam pola perkembangan fisik kota, secara skematis dapat
digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya berdasarkan pada kenampakan morfologi
kota serta jenis penjalaran areal kota yang ada, menurut Hudson dalam Yunus
(1994) mengemukakan beberapa model bentuk kota, yaitu sebagai berikut :
1) Bentuk
satelit dan pusat-pusat baru. Bentuk ini menggambarkan kota utama yang ada
dengan kota-kota kecil di sekitarnya terjalin sedemikian rupa, sehingga
pertalian fungsional lebih efektif dan lebih efisien.
2) Bentuk
stellar atau radial. Bentuk kota ini untuk kota yang perkembangan kotanya
didominasi oleh ”ribbon development”.
3) Bentuk
cincin, terdiri dari beberapa kota yang berkembang di sepanjang jalan utama
yang melingkar.
4) Bentuk
linier bermanik, pertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas di sepanjang jalan
utama dan pola umumnya linier. Pada pola ini ada kesempatan untuk berkembang ke
arah samping tanpa kendala fisikal.
5) Bentuk
inti/kompak, merupakan bentuk perkembangan areal kota yang biasanya didominasi
oleh perkembangan vertikal.
6) Bentuk
memencar, merupakan bentuk dengan kesatuan morfologi yang besar dan kompak
dengan beberapa ”urban centers”, namun masing-masing pusat mempunyai grup
fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain.
7) Berdasarkan
pendapat para ahli yang dikemukakan di atas, tentang pola-pola perkembangan
fisik kota, pada dasarnya memiliki banyak persamaan. Namun secara umum pola
perkembangan fisik kota dapat dibedakan menjadi perkembangan memusat,
perkembangan memanjang mengikuti pola jaringan jalan dan perkembangan meloncat
membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.
Dalam mengkaji perkembangan fisik suatu kota,
menurut Hagget (1970) dapat mengacu pada teori difusi atau teori
penyebaran/penjalaran yang mempunyai dua model yang masing-masing memiliki
maksud yang berbeda. Model-model tersebut adalah model difusi ekspansi dan
model difusi relokasi, dengan penjelasan berikut ini :
1) Model
difusi ekspansi (expansion diffusion) adalah suatu proses penyebaran informasi,
material dan sebagainya yang menjalar melalui suatu populasi dari suatu daerah
ke daerah lain. Dalam proses difusi ekspansi ini informasi atau material yang
didifusikan tetap ada dan kadang-kadang menjadi lebih intensif di tempat
asalnya. Salah satu contoh proses difusi ekspansi adalah terjadinya pertambahan
jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu yang dibedakan dalam dua periode
waktu. Dengan demikian dalam ekspansi ruang terdapat pertumbuhan jumlah
penduduk, material dan ruang hunian baru.
2) Model
difusi yang lainnya adalah difusi relokasi (relocation diffusion) adalah suatu
proses yang penyebaran keruangan, yaitu informasi atau material yang
didifusikan meninggalkan daerah asal dan berpindah ke daerah yang baru.
Referensi :
Branch,
Melville, 1955. Perencanaan kota Komprehensif, pengantar dan penjelasan
(terjemahan)
Daldjoeni, N. 1998, Geografi Kota dan
Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Hagget,
Peter. 1970, Geography, A Modern Synthesis. 3rd Edition, London: Harper
and Row Publisher.
Hariyono Paulus. 2007. Sosiologi Kota
Untuk Arsitek. Jakarta : Bumi Aksara.
Sujarto,
Djoko. 1989, Faktor Sejarah Perkembangan Kota Dalam Perencanaan Perkembangan
Kota. Bandung : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB.
Yunus,
Hadi Sabari. 1994, Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Yunus,
Hadi Sabari. 2000, Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar
https://nicofergiyono.blogspot.com/2014/06/teori-teori-perkembangan-kota.html
Comments
Post a Comment