PERANG DILUAR BATAS TERITORIAL



Secara umum perekonomian nasional saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat, kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan menyebabkan persaingan semakin tajam. Persaingan ini dapat kita ibaratkan seperti sebuah perang. Jika kita menilik ahli strategi perang yaitu Carl vonClausewitz dan Sun Tzu yang pemikirannya sering digunakan di dunia pemasaran. Mungkin adaptasi yang paling populer adalah karya Al Ries dan Jack Trout yang melahirkan konsep Marketing Warfare di era 80an. Ada empat strategi marketing warfare yaitu defensive, offensive, flanking, dan guerilla.

Defensive
Strategi ini hanya layak dimainkan oleh market leader yang mempunyai sumber daya yang besar. Tidak hanya bersifat reaktif dan sekedar meladeni pesaing yang offensif, terkadang strategi pemimpin pasar terbaik justru menyerang diri sendiri. Seperti meluncurkan produk baru yang menggerogoti produk lamanya sendiri, sebelum pesaing menggerogoti.

Offensive
Menyerang titik terkuat pemimpin pasar merupakan titik serang terbaik. Di setiap kekuatan selalu ada kelemahan. Contohnya pemimpin pasar di industri otomotif yang sukses menjual banyak mobil lewat jaringannya yang luas, menjadi rentan pada kapasitas jasa service. Pengguna sering antri panjang ketika dilayani di bengkel. Ini adalah salah satu offensive angle yang mungkin dimanfaatkan oleh pesaing yang menggunakan strategi offensif.

Flanking
Jika tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan pertarungan head-to-head, maka pilihannya adalah strategi ini. Flanking berarti menyerang dari samping karena menghindari pertarungan frontal. Strategi ini sering dilakukan untuk menggerogoti pangsa pasar lawan dalam jangka panjang. Posisi samping pada barisan lawan seringkali tidak terkawal dengan baik. Di dalam marketing warfare, ini disebut dengan uncontested area atau istilah kerennya blue ocean. Strategi ini bisa dieksekusi dengan menyerang segmen bawah yang pastinya dengan banting harga. Atau menyerang segmen atas dengan produk super premium. Bisa juga dengan memanfaatkan jaringan distribusi yang belum pernah digunakan di industri atau branding yang unik. Flanker yang sukses memperkuat posisi akan beralih pada strategi ofensif.

Guerilla
Strategi ini tidak dilakukan untuk menyerang pemimpin pasar. Pemain strategi ini cukup puas menguasai segmen yang kecil dan cenderung defensif di segmen tadi. Mereka adalah penguasa satu kota, satu segmen atau satu produk spesifik. Ingat perang Vietnam? Meski kecil, pemain ini tidak pernah bisa dikalahkan pemimpin pasar di pasar inti mereka. Satu satunya hal yang bisa membunuh pemain ini adalah jika pemain ini mulai memainkan strategi pemain yang lebih besar. Ketika mulai menyerang pemimpin pasar, mereka akan mudah dikalahkan karena keluar dari posisi terkuatnya.

Jika kompetisi ini adalah sebuah perang, maka yang dibutuhkan adalah battle plan. Lebih tepatnya banyak battle plan. Namun ada satu hal yang harus diingat, bahwa Indonesia mempunyai pasar yang terfragmentasi. Sehingga tidak mungkin satu strategi marketing warfare diterapkan di seluruh pelosok, segmen demografi, dan kategori produk. Sedikit contoh perusahaan yang menerapkan ini adalah perusahaan otomotif. Sebut saja perusahaan otomotif Toyota dan Honda. Ketika ingin dipasarkan di pasar Indonesia, mereka menambahkan brandnya menjadi Toyota “Kijang”. Sehingga cukup familiar dan tidak sulit untuk diucapkan oleh masyarakat Indonesia. Atau Honda “Jazz”, padahal di negara tempat mobil ini diproduksi namanya Honda “Fit”.
Contoh lainnya yaitu perusahaan makanan siap saji. Salah satunya KFC. Untuk di daerah tertentu di Indonesia, mereka menggunakan nasi yang kering, sedangkan di Jawa dengan nasi pulut. Begitu juga rasa yang ditawarkan di negara-negara lain juga berbeda-beda. Mereka menyesuaikan produk yang ditawarkan kepada konsumen tergantung culture dan selera pasar setempat.

Kesimpulannya adalah agar perusahaan dapat berkompetisi maka perlu menyusun battle plan sebagai suatu strategi marketing warfare yang disesuaikan dengan medan perang dan tingkat persaingan yang berbeda-beda.

Comments

Popular Posts