SKENARIO EKONOMI DALAM KERANGKA KERJA NEOKLASIK



Sejak kegagalan sistem perekonomian timur yang tersentralisasi di sekitar tahun 1980-an, upaya-upaya dari para ekonom, ahli, pembuat kebijaksanaan, dan pemerintah dunia ini berfokus pada penguatan kekuatan-kekuatan pasar untuk mencapai pertumbuhan perekonomian yang optimal dan perkembangan yang dapat dipertahankan pada tingkatan nasional serta global. Meskipun demikian, walaupun ada sedikit perkembangan, kekuatan-kekuatan pasar gagal mencapai keseimbangan dan pertumbuhan sewajarnya, tidak hanya pada tingkatan negara individual tetapi juga secara regional di antara negara-negera berkembang.


Sementara sistem kapitalis, yang dikukuhkan dalam Bretton Woods pada tahun 1944, membolehkan individu di dalamnya memaksimalkan keuntungan mereka dengan pertimbangan minimal atas aspek-aspek kemanusiaan, norma, dan etika, pasca sistem Brettons Woods yang berbasis penciptaan uang-uang yang berlebihan, khususnya mata uang USD, mengakibatkan “lautan” kemiskinan di dunia ini.
Hasil gambar untuk ekonomi islam di antara kapitalis dan komunis
Komunisme adalah lawan kapitalisme sejauh terkait dengan kapitalisasi sumber daya, sementara kepemilikannya bersifat hipotesis dan kendalinya tersentralisasi. Dikarenakan perilaku tidak seimbang ekstremitasnya, ia harus berakhir setelah menyelesaikan siklus pendeknya kurang dari satu abad. Kapitalisme tidak memonopoli semua sumber daya secara langsung, tapi melalui beberapa media yang terdisifikasi dengan tingkatan dan kendali distribusi yang berbeda, seperti perangkap besar. Karena adanya dukungan politik dan kelembagaan yang kuat pada tingkatan internasional, secara efektif memberikan hak veto pada kekuasaan besar atas aktivitas­-aktivitas IMF dan Bank Dunia, neokapitalisme telah memakan siklus waktu yang lebih lama, tapi ketika semua batasan telah ditembus, ia bisa sewaktu-waktu runtuh, menimbulkan kerugian-kerugian besar pada perekonomian global.
“Ketamakan”- pengejaran kekayaan yang tak terkendali menjadi slogan paling populer di antara individu dan khususnya dari dunia korporat serta membiarkan masyarakat lainnya tertindas. Uang yang diciptakan dari ketiadaan telah memperkuat mekanisme eksploitasi dan memperlebar jarak di antara yang kaya dan yang miskin.

Skenario perekonomian hasil reaksi mengakibatkan hal-hal berikut kepada umat manusia:

  • Perilaku manusia yang hanya dituntun oleh kepentingan diri sendiri, tak ada perhatian terhadap aspek prilaku.
  • Tidak adanya disiplin dalam penciptaan uang berkekuatan tinggi yang menuntun pada sistem pembayaran yang eksploitatif dan tidak adil serta kendali yang bersifat tidak legal atas sumber daya dari individu dan bangsa yang lebih lemah.
  • Kebijaksanaan yang kontradiktif, meninggalkan fungsi-fungsi krusial penyediaan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan dasar dari masyarakat luas pada suatu pasar yang dicirakan oleh kekuatan-kekuatan seperti kepentingan diri sendiri liberalisasi dan deregulasi, atas nama pengurangan kemiskinan dan penekanan tingkat buta huruf, dan sebagainya – jelas bersifat kontradiktif.
  • Tidak adanya atau disangsikannya perhatian atas hak dan martabat manusia.
  • Tidak adanya kepedulian pada yang lemah dan pihak-pihak yang tertindas.
  • Tidak adanya perhatian pada keadilan, kejujuran dan kewajaran.
  • Pihak yang berpengaruh dan elit mengeksploitasi yang lemah – yang menuntun pada fenomena pemuatan kekayaan yang terjadi bersamaan dengan fenomena kemiskinan dan kelaparan pada skala yang besar.
  • Praktik-praktik tidak etis yang tak terelakan seperti iklan yang memperdaya untuk memikat konsumen, yang mengakibatkan paket gaji yang besar bagi “ahli” pemasaran dan meninggalkan kontributor riil pada produksi nasional serta global dan konsumen dibawah kekuasaan kekuatan pasar.

Kutipan dari Keynes berikut tentang keselarasan antara kepentingan pribadi dan sosial secara tepat menyimpulkan situasi aktual di dunia serta mendukung pandangan tadi : “Dunia ini tidak dikendalikan dari atas sehingga kepentingan pribadi dan sosial bisa selalu bertepatan. Ia tidak tertata di bawah sini sehingga dalam praktiknya keduanya tidak bertepatan. Ia bukan kesimpulan yang tepat dari prinsip-prinsip perekonomian yang menerangkan bahwa kepentingan pribadi selalu beroperasi pula dalam kepentingan publik. Juga tidaklah benar bahwa kepentingan pribadi secara umum berkurang. Seringnya individu yang bertindak secara terpisah guna mempromosikan tujuan mereka sendiri terlalu bebal atau terlalu lemah bahkan untuk mencapainya,.” (Keynes, 1926 dalam Chapra 1992, hal 53-54)

Sumber: Muhammad Ayub, Understanding Islamc Finance

Comments

Popular Posts