Kondisi Fisik dan Sosial Budaya Kota

        Apabila berbicara mengenai kota dan ketika mendengar kata kota, sebagian orang tentu menunjuk pada  suatu kawasan yang sangat ramai, lalu lintas yang padat, pertokoan yang berderet-deret,  dan fasilitas umum yang tersedia di berbagai tempat. Dari beberapa ciri tersebut sudah menunjukkan bahwa kehidupan yang terjadi di kota itu lebih kompleks dan heterogen. Secara fisik kota merupakan kawasan pemukiman ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.(Arifa, 2012). 

        Kondisi fisik kota memang sebagian sudah terlihat secara jelas, lalu bagaimana dengan kondisi lain yang terjadi pada masyarakat kota seperti kondisi sosial maupun budayanya, bagaimana cara masyarakat kota berinteraksi dengan orang lain, bagaimana budaya yang mereka ciptakan untuk kehidupan mereka dengan kondisi fisik dan sosial yang ada. Dalam artikel ini, saya akan lebih menjelaskan mengenai hal tersebut.

Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yangditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strataekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikansebagai bentangbudaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alamidengan gejala-gejalapemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan daerah di belakangnya. Sementara masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris. (Bintarto, 1983)

            Masyarakat kota mempunyai beberapa ciri – ciri, antara lain:
1.      Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
2.      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
3.      Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4.      Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
5.      Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
6.      Perubahan-perubahan tampak nyata  dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
            Kondisi fisik dari masyarakat kota, secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi:
1.      Wisma : unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsur wisma ini diharapkan dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untuk masa mendatang, memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada, agar dapat mencapai standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan.
2.       Karya: unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh jaringan jalan.
3.      Marga: unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.
4.      Suka: unsur ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
5.      Penyempurna: unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.
(Kaq, 2009)
            Sementara itu, kondisi sosial masyarakat kota dapat tergambar dari sifat yang menonjol yang biasa mereka lakukan dalam kehidupan sehari – hari mereka, sebagai berikut:
1.      Sikap Kehidupan
Sikap hidupnya cenderung pada individuisme atau egoisme, yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi.
Sikap hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi daripada masyarakat desa. Akibatnya timbullah sikap pembatasan diri didalam pergaulan masyarakat dan akhirnya timbullah sikap individualisme atau egoisme.Masing-masing berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuannya. Segala sesuatu yang akan dilakukan dijalankan tanpa mempertimbangkan masyarakat sekitarnya, sepanjang sehat menurut rasio selama tidak melanggar hukum. Didalam pergaulan hidup di kota jika dilihat dari sudut pandang sosiologi maka sifat kerukunan yang lama (paguyuban) telah bertukar dengan organisasi kepentingan yang tegas, yang mengutamakan alsan-alasan ekonomi tehnis. (Mansyur: 107-109)
2.      Tingkah Laku
Tingkah laku masyarakat kota pada umumnya bergerak maju, mempunyai sifat kreatif, radikal, dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamika kehidupan kota lebih lekas menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih lekas mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Didalam masyarakat kota mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas yang tersedia, memungkinkan anggota masyarakat kota meningkatkan pengetahuan mereka dalam berbagai bidang.
Derajat kehidupan masyarakat kota terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu dari tingkat tertinggi sampai dengan tingkat rendah, sehingga timbullah golongan masyarakat atau kelompok-kelompok kecil yang mempunyai corak sendiri-sendiri sesuai dengan warna hidup kepribadian anggota-anggotanya.
Sebagai akibat dari konsekwensi kemajuan peradaban kota didorong pula oleh sikap atau naluri untuk meniru dan meniru dan menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat sekitanya, maka terciptalah sesuatu masyarakat yang bercorak radikal dinamis. 
3.      Perwatakan-Perwatakan
Perwatakan masyarakat kota cenderung pada sifat matrealistis. Akibat dari sikap hidup yang egoisme dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam sistem religi, yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan moral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggung jawab sosial. Fikiran dan aktivitasnya terlalu disibukkan oleh hal-hal yang menjurus kepada usaha duniawian. Namun demikian bukan berarti bahwa masyarakat kota telah meninggalkan kewajiban-kewajiban keagamaan, atau mungkin lebih tepat kita katakana bahwa masyarakat kota umumnya didalam menghayati keagamaan kurang serius.
Kesemuaannya ini menyebabkan orang-orang mengutamakan dengan segala usaha untuk mengumpulkan harta benda guna memperkaya diri sendiri. Pada mulanya hal ini disebabkan oleh rasa kekhawatiran kelangsungan hidup pribadi atau keluarganya untuk masa-masa mendatang karena sulitnya mencari nafkah di kota.
Penyebabnya antara lain ialah:
a.       Faktor kenaikan harga terus-menerus.
  1. Penghasilan yang relative statis (karena pada umumnya warga kota terdiri dari kaum buruh dan pegawai yang penghasilannya hanya tergantung pada gaji).
  2. Pengaruh dari tingkat kehidupan masyarakat kota yang menuntut banyak biaya, karena kebutuhannya jauh lebih besar dibandingkan dengan masyarakat desa. (Mansyur: 110-112)
Disamping itu juga masyarakat kota masih memerlukan adanya hiburan-hiburan atau rekreasi sebagai penyegaran yang disebabkan oleh ketegangan jiwa yang terus-menerus dalam menuntut hidup. Hal ini tentunya menuntut ekstra biaya yang kesemuannya ini menyebabkan orang-orang kota cenderung pada sifat yang matrealistis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya masyarakat kota telah banyak meninggalkan sifat keaslian bangsa, karena dipengaruhi oleh kebudayaan asing, kemajuan teknologi, perkembangan industri. Di samping itu pula tidak bisa dilupakan adanya faktor kelemahan pribadi didalam mempertahankan norma-norma agama yang membawa mereka ke arah kemerosotan moral. Harus diakui bahwa masyarakat kota itu lebih pesat perkembangannya atau dengan kata lain lebih modern. Sikap hidup dan prinsip pandangan hidupnya lebih praktis, tidak bertele-tele, tidak terikat pada adat kebiasaan yang statis, yang pada umumnya merupakan suatu penghalang bagi kemajuan.

 
            Dalam kehidupan sosial masyarakat perkotaan banyak masalah yang timbul di tengah-tengah masyarakatnya, yaitu sebagai berikut:
1.      Masalah Pertambahan Penduduk
Sebagai salah satu sebab ketegangan sosial yang tidak berasal dari luar, kita dapat menyebut ketegangan-ketegangan, kita dapat menyebut ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh pertambahan penduduk.Malthus telah memperingatkan manusia tentang pertambahan bahan makanan dan pertambahan penduduk yang tidak seimbang.Oleh beberapa sarjana pandangan Malthus dianggap kurang benar, karena jika dibandingkan dengan keadaan bahan makanan dan kemakmuran pada waktu Malthus hidup dengan keadaan sekarang, ternyata keadaan manusia dipandang baik dari bahan makanan maupun dari sudut kebutuhan-kebutuhan lain, jauh lebih baik daripada waktu Malthus masih hidup.Ini disebabkan karena manusia dapat mencari bahan makanna baru (seperti kentang, tomat, jagung, dan yang lainnya) yang dulu hanya dikenal oleh suku Indian di Amerika saja.
Juga di Indonesia terdapat banyak makanan yang sebenarnya datang dari tempat lain dan kini sudah merupakan bahan makanan sehari-hari, seperti tomat di Indonesia belum lama dikenal, ubi rambat (ketela) dari Brazilia lebih kurang 70 tahun yang lalu belum dikenal, kentang berasal dari Chili, Peru dan baru lebih kurang 1750 ditanam di Pacet.
Selain dari jenis-jenis baru, manusia dengan pendapat-pendapat dan penemuan-penemuan dalam memperlipatgandakan produksi bahan-bahan makanan seperti mesin untuk membuka hutan-hutan, pupuk buatan untuk menyburkan tanah dan lain-lain. Kemajuan dalam tekhnik ini dibarengi dengan pemakaian batu bara dan minyak yang memungkinkan manusia untuk memperlipatgandakan produksinya.    
2.      Urbanisasi dan Urbanisme
Seperti telah diuraikan diatas, berhubungan dengan kepadatan penduduk maka penduduk desa yang mata pencahariannya terbatas pada pertanian saja, banyak yang meninggalkan desanya untuk mencoba keuntungannya di kota, dimana dari orang yang malas, jahat, sampai yang cerdik pandai dan rajin bekerja, dapat mempertahankan kehidupannya dan mendapat kepuasan dari hasil karyanya.
Di desa orang yang malas dan yang mempunyai kecenderungan kejahatan hamper tidak dpat berbuat apa-apa, karena pengawasan dari masyarakatnya. Sebaliknya, kehidupan di kota mengandung benih-benih kejahatan, karena kota-kota juga menarik unsur kejahatan dimana mereka dapat merajalela, karena pengawasan terhadap mereka agak sukar dan tindakan-tindakan terhadap mereka harus melalui instansi-instansi tertentu seperti polisi, pengadilan, yang meminta waktu banyak sekali sehingga soal-soal kejahatan tidak dapat diselesaikan sekaligus.
3.      Kemiskinan
Dalam rumah tangga tertutup yaitu organisasi ekonomi dalam kebutuhan dari masyarakat dipenuhi sendiri dan produksi hanya untuk masyarakatnya sendiri dan tidak untuk pasar yang lebih luas, hampir tidak ada masalah ekonomi misalnya kemiskinan. Karena dalam masyarakat itu bahan makannnya seimbang atau lebih banyak dari kebutuhan stempat dan berhubungan dengan keadaan yang terpencil dari masyarakat itu yang hamper tidak mempunyai hubungan dengan masyarakat lain.
Lambat laun dengan beredarnya uang, datanglah kebutuhan-kebutuhan baru untuk membeli barang-barang mewah.Kebutuhan ini memuncak di kota-kota dimana orang tidak mengenal batas dalam mengejar mencari uang untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.Seperti juga dengan penemuan atau pendapatan baru dalam perlombaan mencari uang ini, ada beberapa yang berhubungan dengan kepandaian, watak, atau kesehatannya tidak dapat ikut sepenuhnya.
Terutama mereka yang tidak mempunyai bakat atau yang kesehatannya terus terganggu, kurang dapat mengumpulkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga lambat laun di tiap kota kita menjumpai masalah kemiskinan. Sebaliknya ada beberapa orang yang terus menerus mengumpulkan harta bendanya tanpa memikirkan keadaan si  miskin. Lambat laun perbedaan antara yang miskin dan yang kaya makin lama makin besar, sehingga pemikir-pemikir seperti kaum sosialis berpendapat seperti Karl Marx, bahwa yang kaya menjadi lebih kaya dan yang miskin menjadi lebih miskin.
4.      Timbulnya Squatter
Penempatan tanah secara liar atau dalam bahasa asingnya squatter ialah seseorang atau sekelompok orang yang menduduki atau menempati tanah tanpa membayar sewa ataupun memiliki kewenangan tanah secara resmi (encyclopedia Americana). Sebagaimana kita ketahui didalam melewati masa ke masa atau periode ke periode, maka permasalahan dan penempatan atau penggunaan tanah secara liar tersebut sudah terjadi sejak dahulu setelah Negara RI merdeka, masalah yang timbul antara lain:
a.       Banyak tanah Negara bebas yang belum dibebani hak berat, telah digunakan atau dikerjakan oleh para petani sawah atau tambak. Dan mereka menarik hasil daripada tanah Negara bebas tersebut dalam jangka waktu yang tidak terbatas, mereka disebut sebagai petani penggarap.
b.      Pada saat masih hidupnya faham komunis di Indonesia sampai tahun 1965, penempatan atau penggunaan tanah secara liar telah berjalan bahkan sudah mulai meluas sampai tanah-tanah pengelolaan suatu instansi maupun terhadap tanah-tanah yayasan atau hak milik, bahkan pelakunya bukan saja anggota masyarakat tetapi juga dilakukan oleh oknum aparat pemerintah sendiri yang kebanyakan diperlukan sebagai tempat tinggal (perumahan).
c.       Pada tahun 1977 ini keinginan atau tindakan-tindakan untuk menduduki tanah tanpa membayar sewa ataupun tanpa memiliki kewenangan ini sudah lebih meluas lagi sampai dengan tanah yang ditetapkan dalam tata guna dan tepat guna itu jalan umum trotoar jalan, lapangan atau jalur hijau dan sebagainya sudah untuk perumahan tetapi justru untuk mempertahankan hidupnya dengan usaha sebagai pedagang kaki lima, atau penempatannya dilakukan oleh masyarakat golongan tuna karya, tuna wisma atau tuna susila.
d.      Sebagai akibat yang ditimbulkan yang dapat mempengaruhi daripada penempatan tanah secara liar (squatter) adalah sebagai berikut:
1)      Timbulnya persengketaan atau perselisihan mengenai tanah antara penempatan yang secara liar dengan pemilik atau kuasanya yang mempunyai kepentingan atas tanah tersebut.
2)      Terganggunya ketertiban, kebersihan dalamlingkungan penghidupan masyarakat yang ditimbulkan oleh pedagang kaki lima, tuna karya maupun tuna susila dan tuna wisma yang ada di perkotaan.
3)      Menghambat pelaksanaan pembangunan karena dihadapkan dengan masalah pembebasan tanahnya daripada penempatan liar tersebut, apabila akan di realisir penggunaannya.
4)      Merusak tata guna dan tepat guna tanah atau perencanaan tata kota sehingga akan mempersulit didalam mengatur pertumbuhan kota secara mantap karena tata guna dan tepat guna itu sendiri merupakan salah satu aspek penting di dalam pembangunan ekonomi yang meningkatkan efisiensi dan effektivitas dalam bidang transportasi.
5)      Meningkatkan nilai tanah dan harga tanah sebagai tindak lanjut daripada perbuatan-perbuatan para spekulan tanah dengan memperjual belikan tanah yang berhasil diduduki atau ditempati secara liar.(Mansyur: 113-128)
Faktor penyebab adanya atau timbulnya penempatan tanah secara liar tanpa ijin yang berhak (squatter) termasuk adalah:
1)      Faktor Sosial Ekonomi
Bagi yang berpenghasilan rendah, maka memberikan gambaran kepada kemungkinan tidak atau kurang mempunyai kelengkapan kebutuhan hidup, maka sasaran akomodasi tempat tinggal yang layak diperlukan sehingga banyak cenderung melakukan spekulasi tanah yang bukan menjadi miliknya, maupun cara penggunaan yang kurang sesuai dengan tata guna tanahnya.Faktor Kesempatan Kerja yang Sulit atau Kurang
Bagi anggota masyarakat yang dihadapkan terhadap masalah ini memang tidak jarang telah melakukan penempatan tanah baik untuk tempat tinggalnya maupun untuk usaha membatasi kesulitan atau kebutuhan hidupnya, walaupun penempatan tidak sesuai dengan persyaratan yang layak.
Faktor Pemindahan Penduduk dari Desa ke Kota (Urbanisasi)
Sebenarnya yang kami maksud spekulasi disini yaitu mengadu nasib untuk kesempatan kerja ke kota karena yang dirasakan lebih sulit di desa, yang tidak memberikan jaminan sosial yang lebih baik bagi mereka. Justru telah mendorong mereka kea rah penduduk atau pemakai tanah tanpa ijin, hal ini disebabkan oleh kebutuhannya urbanisme untuk tempat tinggal maupun spekulasi mereka guna memperoleh keuntungan apabila diperjual belikan masing-masing.
2)      Faktor Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan tersedianya sarana tanah bagi keperluan tempat tinggal (akomodasi), khususnya di kota-kota banyak telah ditetapkan peruntukannya untuk berbagai kepentingannya disamping perumahan, juga industry, maupun fasilitas umum lainnya sehingga telah menimbulkan berbagai cara untuk menduduki tanah yang bukan menjadi haknya guna memenuhi kebutuhan untuk tempat tinggalnya baik secara menetap atau tidak.
Sehubungan dengan permasalahan yang ada dapat diambil langkah - langkah sebagai berikut:
(1.) Membendung Arus Urbanisasi
(2.) Peningkatan pembangunan daerah pedesaan dan Rural, dimaksudkan untuk mencegah derasnya arus urbanisasi serta perlu memperkecil perbedaan pendapatan di kota dan desa. Hal ini dapat di capai adanya usaha kea rah:
(a.)  Proyek penambahan produksi pertanian.
(b.) Proyek Transmigrasi, bagi petani tak bersawah.
(c.)  Penyebaran hasil produksi secara adil dan merata.
(d.) Pelaksanaan pembatasan pemilikan tanah sesuai dengan Landreform dan ketentuan U.U.P.A. yang ada
(3.) Peningkatan terhadap fungsi tanah perkotaan, agar mempunyai fungsi sosial bagi pemilihan tanahnya dan menempatkan atau mengutamakan kepentingan umum daripada perorangan.
(4.) Membantu pembangunan perumahan di kota, terutama ditujukan untuk mengimbangi pertambahan penduduk
(5.) Membantu memberikan kredit investasi kecil bagi para pedagang berkapital lemah, sehingga dapat diharapkan meningkatkan usaha mereka dan peningkatan pembangunan pasar-pasar baru agar dapat diusahakan menampung aspirasi permasalahan pedagang kaki lima dan sebagainya.
(6.) Memberikan ketrampilan kerja selama dalam barak penampungan tuna karya dan tuna susila, sehingga menambah bekal untuk memperoleh pekerjaan bagi kesempatan kerja yang akan dating dan meninggalkan cara hidup semula. Serta selalu mengadakan pengawasan dan pembinaan sebaik-baiknya disamping juga melaksanakan pemindahan ketertiban bagi mereka yang kembali melakukan pekerjaan atau kebiasaan yang lama. (Mansyur: 130-132)
Selain kondisi fisik dan sosial, masyarakat kota memiliki kondisi budaya yang berbeda dalam menyikapi beragam aspek kehidupan yang mereka jalani. Salah satunya masyarakat perkotaan menciptakan budaya konsumtif. Bagi masyarakat kota, saat ini hampir tidak ada ruang dan waktu tersisa untuk menghindari diri dari serbuan berbagai informasi yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi. Di rumah, kantor, ataupun tempat-tempat lain masyarakat tidak henti-hentinya disajikan berbagai informasi yang menstimulasi konsumsi melalui iklan di tv, koran, ataupun majalah.  Fenomena masyarakat konsumsi tersebut, yang telah melanda sebagian besar wilayah dunia, fenomena yang menonjol dalam masyarakat tersebut saat ini yang menyertai kemajuan ekonomi, berkembangnya budaya konsumsi ditandai dengan berkembangnya gaya hidup.
        Berkembangnya gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, satu sisi bisa menjadi pertanda positif meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat kota. Yang mana peningkatan kegiatan konsumsi dipandang sebagai efek dari naiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat. Namun di sisi lain, fenomena tersebut juga bisa dikatakan sebagai pertanda kemunduran rasionalitas masyarakat, yang mana konsumsi dianggap sebagai  faktor yang menyebabkan hilangnya kritisme masyarakat terhadap berbagai hal yang vital bagi kehidupan, kebijakan pemerintah maupun fenomena hidup lainnya. 
 
REFERENSI
Bintarto, R..1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia                                 Indonesia.
Mansyur, Cholil. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya: Usaha    Nasional.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
(http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/09/hubungan-kondisi-fisikwilayah.html)   diakses            pada tanggal 27 Februari 2014.
Langkah Kaq. (2009, 27 Agustus).Ciri Sosial Kehidupan Masyarakat Kota. Diperoleh 1    Maret 2014, dari http://bcahtimpeh7.wordpress.com/2009/08/27/ciri-sosial-     kehidupan-      masyarakat-     kota/ 
https://nicofergiyono.blogspot.com/2014/06/kondisi-fisik-sosial-dan-budaya.html

 

Comments

Popular Posts